Rabu, 14 Desember 2016


polarisabilitas
           polarisabilitas adalah milik molekul kimia. Ini menggambarkan kemampuan molekul untuk menanggapi medan listrik. molekul memakan waktu sampai momen dipol listrik. Fungsi gelombang molekul begitu terganggu dengan pendekatan biaya ekster
H menjadi kesalahan, μ menunjukkan momen dipol induksi dan E medan listrik. The polarisabilitas α sendiri didefinisikan oleh
            Dengan demikian, semakin tinggi adalah polarisabilitas itu, semakin mudah untuk menginduksi momen dipol. Medan listrik dapat memiliki berbagai penyebab. Hal ini dapat berasal dari elektroda eksternal atau dari molekul lain.
            polarisabilitas yang mempengaruhi banyak sifat molekul, misalnya indeks bias dan aktivitas optik. Sifat-sifat cairan dan padatan (yaitu akumulasi dari banyak molekul) juga ditentukan oleh polarisabilitas,Hubungan sederhana antara diinduksi momen dipol p → ind dan listrik kekuatan medan e → lokal adalah lokasi molekul

di mana α alpha polarisabilitas (di sini skalar)

Namun, yang disebutkan di atas linear, hubungan isotropik hanya perkiraan. polarisabilitas tergantung (kecuali molekul bola simetris seperti CCl4) pada arah, karena α , alpha adalah tensor a. Dalam α atas pekerja alpha sehingga merupakan atas segala arah rata-rata polarisabilitas. Dalam medan listrik yang kuat (misalnya laser) istilah nonlinier yang harus dipertimbangkan tambahan.


polarisabilitas adalah properti dari molekul dan atom. Ini adalah ukuran dari pengalihan relatif positif dengan muatan negatif dalam molekul / atom dalam penerapan medan listrik eksternal. Sejak momen dipol listrik induksi, hal itu disebut Polarisasi. Dengan demikian, semakin tinggi adalah polarisabilitas, semakin mudah itu adalah momen dipol terinduksi oleh medan listrik. polarisabilitas ini terdiri dari sebuah elektronik (pergeseran awan elektron relatif terhadap core), dan komponen ionik (perpindahan ion positif relatif terhadap ion negatif).

Gaya Dipol-dipol terinduksi

Suatu molekul polar yang berdekatan dengan molekul nonpolar, akan dapat menginduksi molekul nonpolar. Akibatnya. Molekul nonpolar memiliki dipol terinduksi. Dipol dari molekul polar akan saling tarik-menarik dengan dipol terinduksi dari molekul nonpolar. Contohnya terjadi pada interaksi antara HCl (molekul polar) dengan Cl2 (molekul nonpolar).



Gaya Dipol Sesaat-Dipol Terinduksi (Gaya dispersi London)

-          Gaya antarmolekul ini umumnya dimiliki senyawa kovalen nonpolar yang tidak memiliki dipol (memiliki muatan namun tidak terkutubkan).

-          Molekul-molekul pada senyawa kovalen nonpolar tersusun dari inti atom dan elektron-elektron yang selalu bergerak bebas. Karena elektron selalu bergerak, muatan pada molekul nonpolar akhirnya terkutubkan (dipol sesaat) yang kemudian dapat menginduksi molekul nonpolar lainnya (dipol terinduksi).

-          Gaya antarmolekul ini dikenal dengan sebutan gaya dispersi London.


Gaya Dipol-dipol

-          Merupakan gaya yang bekerja antara molekul-molekul polar (senyawa kovalen polar), yaitu molekul-molekul yang memiliki momen dipol.

-          Setiap senyawa kovalen polar memiliki dipol, yaitu muatan yang terpolarisasi (terkutubkan) menjadi muatan positif dan negatif.

-          Dipol-dipol yang berbeda akan saling tarik-menarik, sedangkan yang berlawanan akan tolak-menolak. Makin besar momen dipolnya, semakin kuat gayanya



Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Faktor-faktor yang mempengaruhi gaya tarikan antara molekul (atom H dan atom lain):

- Elektronegativitas, adalah suatu ukuran kecenderungan atom untuk menarik   pasangan elektron ikatan. Jika atom-atom memiliki elektronegatifitas yang setara, keduanya memiliki kecenderungan yang sama untuk menarik pasangan elektron ikatan, dan karena itu akan ditemukan setengah rata-rata antara kedua atom,  sebagai contoh, pada molekul H2 atau Cl2. “semakin besar perbedaan keelektronegatifan atom dalam suatu molekul atau antarmolekul, maka semakin kuat ikatan hidrogen”

-  Polaritas, adalah kepolaran suatu unsur yang berikatan dengan  unsur lain dan      masih         terdapat pasangan elektron bebas pada pusat molekulnya.. “Semakin banyak pasangan elektron bebas (pasangan elektron tak berikatan), maka semakin mudah membentuk ikatan hidrogen”



Gaya Antarmolekul

Gaya antarmolekul merupakan interaksi antarsatu molekuI dengan molekul lain, baik sejenis maupun berbeda jenis. Gaya antarmolekul disebut juga sebagai Gaya van der Waals.

Jenis-Jenis gaya antarmolekul

A.   Gaya dipol sesaat-dipol induksian (gaya London)
Gaya London adalah interaksi yang terjadi antarmolekul nonpolar, baik antarmolekul nonpolar sejenis maupun antarmolekul nonpolar berlainan jenis. Gaya London merupakan gaya yang paling lemah. Meskipun demikian, adanya gaya London menyebabkan senyawa-senyawa nonpolar dapat dicairkan atau dipadatkan.

Proses terjadinya gaya London dapat dijelaskan sebagai berikut.
1.       Perputaran elektron pada suatu molekul menyebabkan polarisasi rapatan elektron dalam waktu yang singkat. Hal ini menyebabkan pusat muatan positif dan negatif memisah sehingga molekul dikatakan memiliki dipol sesaat.
2.       Dalam waktu yang singkat pula, dipol sesaat ini akan hilang dan timbul kembali. Hal ini terjadi secara terus menerus. Apabila di dekatnya terdapat molekul nonpolar sejenis atau berlainan jenis, maka molekul dipol sesaat akan menginduksi (mengimbas) molekul tersebut sehingga terjadi dipol induksian.
3.     Setelah kedua molekul tersebut membentuk dipol sesaat dan dipol induksian, di antara keduanya akan terjadi gaya tarik elektrostatik yang disebut gaya London.

Gaya london dapat terjadi antara:
– molekul CCl4 dalam cairan CCl4 (sejenis); dan
– molekul CCl4 dengan molekul CS2 (berbeda jenis).
Molekul-molekul dengan interaksi gaya London, mempunyai sifat fisik (titik didih dan titik lebur) yang berbeda. Semakin banyak elektron yang dimiliki, maka semakin mudah membentuk polarisasi. Akibatnya gaya London yang terjadi semakin kuat. Hal ini menyebabkan titik didih dan titik lebur senyawa semakin tinggi. Misalnya, titik didih larutan CCl4 lebih tinggi dibandingkan titik didih larutan CH4. Hal ini terjadi karena jumlah elektron CCl4 = 74 lebih banyak dibandingkan jumlah elektron CH4 = 10.

Jumlah elektron dalam suatu molekul berbanding lurus dengan massa molekulnya oleh karena itu kebolehpolaransuatu molekul semakin tinggi dengan bertambahnya massa molekulnya. Kenaikan kebolehpolaran molekul menyebabkan semakin mudahnya molekul tersebut membentuk dipol sesaat dan dipol induksian sehingga gaya london yang yang terjadi in kuat.
Adanya gaya london antara molekul-molekul nonpolar menyebabkan pada waktu peleburan dan pendidihan diperlukan sejumlah enengi untuk memperbesar jarak antara molekul-molekul nonpolar. Semakin kuat gaya london antar molekul-molekul, semakin besar pula energi yang digunakan untuk terjadinya peleburan dan pendidihan. Hal ini ditunjukkan dengan titik lebur dan titik didih zat seperti contoh pada tabel
Zat
Bentuk
Jumlah Elektron
Ar (Mr)
t.1 (°C)
t.d (°C)
He
Bola
2
4,003
-270
-269
Ne
Bola
10
20,18
-249
-246
Ar
Bola
18
39,95
-189
-186
Kr
Bola
36
83,80
-157
-152
Xe
Bola
54
131,3
-112
-108
H
Linear
2
2,1060
-259
-252
N
Linear
14
28,0134
-210
-196
O
Linear
16
31,9988
-218
-183
F
Linear
18
37,9968
-220
-188
Cl
Linear
34
70,906
-101
-34,7
Br
Linear
106
159,808
-7,2
58,8
I
Linear
106
235,8090
114
184
CH
Tetrahedral
10
16,0334
-182
-162
CF
Tetrahedral
42
88,00
-184
-129
CCl
Tetrahedral
74
153,82
-23,0
76,8
CBr
Tetrahedral
146
331,65
92
190
Pengaruh kenaikan kekuatan gaya london terhadap titik lebur dan titik didih zat yang teramati pada sejumlah alkana tidak bercabang terlihat bahwa titik lebur dan titik didih alkana tidak bercabang cenderung naik dengan bertambahnya massa molekul alkana. Hal ini terjadi karena bertambahnya massa molekul alkana menyebabkan bertambahnya gaya londonantara molekul-molekul alkana. Kenaikan gaya london juga terlihat pada fase alkana. Semakin banyak jumlah atom karbon pada alkana, fase alkana semakin dekat dengan fase terkondensasi (fase cair dan padat). Pada temperatur ruang, alkana tidak bercabang dengan jumlah atom sampai empat memiliki vase gas, lima sampai sembilanbelas memiliki fase cair, dua puluh atau lebih memiliki fase padat.

sumber :










Senin, 05 Desember 2016


Gaya van der Waals

Dalam ilmu kimia merujuk pada jenis gaya antara molekul. Istilah ini pada awalnya merujuk pada jenis gaya antarmolekul, dan hingga saat ini masih digunakan dalam pengertian tersebut, tetapi saat ini lebih umum merujuk pada gaya-gaya yang timbul dari polarisasi molekul menjadi dipol. Hal ini mencakup gaya yang timbul dari dipol tetap (gaya Keesom), dipol rotasi atau bebas (gaya Debye) serta pergeseran distribusi awan elektron (gaya London).

Nama gaya ini diambil dari nama kimiawan Belanda Johannes van der Waals, yang pertama kali mencatat jenis gaya ini. Potensial Lennard-Jones sering digunakan sebagai model hampiran untuk gaya van der Waals sebagai fungsi dari waktu.

Interaksi van der Waals teramati pada gas mulia, yang amat stabil dan cenderung tak berinteraksi. Hal ini menjelaskan sulitnya gas mulia untuk mengembun. Tetapi, makin besar ukuran atom gas mulia (makin banyak elektronnya) makin mudah gas tersebut berubah menjadi cairan.



Defenisi Ikatan Van Der Waals


Johannes Diderik van der Waals (23 November 1837 – 8 Maret 1923) ialah ilmuwan Belanda yang terkenal “atas karyanya pada persamaan gas cairan”, sehingga ia memenangkan Penghargaan Nobel dalam Fisika pada 1910. van der Waals adalah yang pertama menyadari perlunya mengingat akan volume molekul dan gaya antarmolekul (kini disebut “gaya van der Waals”) dalam mendirikan hubungan antara tekanan, volume, dan suhu gas dan cairan.

Gaya van der Waals dalam ilmu kimia merujuk pada jenis tertentu gaya antar molekul. Istilah ini pada awalnya merujuk pada semua jenis gaya antar molekul, dan hingga saat ini masih kadang digunakan dalam pengertian tersebut, tetapi saat ini lebih umum merujuk pada gaya-gaya yang timbul dari polarisasi molekul menjadi dipol.

Gaya Van Der Waals terjadi akibat interaksi antara molekul-molekul non polar (Gaya London), antara molekul-molekul polar (Gaya dipole-dipol) atau antara molekul non polar dengan molekul polar (Gaya dipole-dipol terinduksi). Ikatan Van Der Waals terdapat antar molekul zat cair atau padat dan sangat lemah. Gaya Van Der Waals dahulu dipakai untuk menunjukkan semua jenis gaya tarik-menarik antar molekul. Namun kini merujuk pada pada gaya-gaya yang timbul dari polarisasi molekul yang terlemah menjadi dipole seketika. Pada saat tertentu, moleku-molekul dapat berada dalam fase dipole seketika ketika salah satu muatan negative berada di sisi tertentu. Dalam keadaan dipol ini, molekul dapat menarik atau menolak electron lain dan menyebabkan atom lain menjadi dipole. Gaya tarik menarik yang muncul sesaat ini merupakan gaya Van Der Waals.

Karena gaya ini sangat lemah maka zat yang mempunyai ikatan van der waals akan mempunyai titik didih yang sangat rendah. Meskipun demikian gaya van der waals bersifat permanen dan lebih kuat dari gaya london. Contoh gaya van der waals terdapat pada senyawa hidrokarbon. Misalnya pada senyawa CH4. Perbedaan keelektronegatifan C (2,5) dengan H (2,1) sangat kecil, yaitu sebesar 0,4.

Senyawa-senyawa yang mempunyai ikatan van der waals akan mempunyai titik didih sangat rendah, tetapi dengan bertambahnya Mr Ikatan akan makin kuat sehingga titik didih lebih tinggi. Contohnya, titik didih C4H10>C3H8>C2H6>CH4. Contoh lainnya terdapat pada Br2 dan I2. Br2 berwujud cair tetapi mudah menguap dan I2 berwujud gas tetapi mudah menyublim. Hal ini disebabkan karena ikatan antara molekul Br2 dan I2 adalah ikatan van der waals.

Kristal Molekul


Dalam bentuk gas (seperti N2, O2, CL2) dan hampir semua zat organic berupa molekul-molekul tunggal dengan ikatan kovalen. Gaya tarik antara molekul-molekul ino sangat lemah. Hal ini terbukti dari kenyataan bahwa gas-gas nyata tidak mengikuti hokum gas ideal :

PV = nRT

Gaya antar molekul ini disebut gaya Van Der Waals. Dengan adanya gaya-gaya ini memberikan koreksi pada persamaan ideal untuk gaya sejati.

Dimana :

P = Tekanan Gas

V = Volume gas

T = Temperatur (K)

a dan b = tetapan

R = Tetapan Gas Umum

Dalam keadaan cair dan keadaan padat, gaya-gaya ini lebih besar. Seperti telah dijelaskan, zat-zat di atas membentuk Kristal molekuler. Satuan-satuan dalam Kristal molekuler seperti chlor, benzene, dsb. Untuk atom atau molekul-molekul kecil, struktur kristalnya biasanya tersusun rapat (close packed) karena gaya Van Der Waals tidak mempunyai arah dalam ruang. Struktur ini terdapat pada gas-gas mulia, Halogen, H2, N2, 02, CO2, HCl, HBr, CH4, C2H6, NH3, PH3, dan H2S.

Klasifikasi Gaya Van der Waals


Gaya Van Der Walls dapat dibagi berdasarkan jenis kepolaran molekulnya, yaitu :

1.    Interaksi ion – dipole

Gaya antarmolekul ini terjadi antara ion dan senyawa kovalen polar. Ketika dilarutkan dalam senyawa kovalen polar, senyawa ion akan terionisasi menjadi ion positif dan ion negatif. Ion positif akan tarik menarik dengan dipol negatif, dan sebaliknya. Selain gaya ion-dipol, juga dikenal gaya ion-dipol sesaat, dimana terjadi dari interaksi antar gaya dipol-dipol terinduksi dengan gaya ion-dipol. Jika ion dari senyawa ion berdekatan dengan molekul nonpolar, ion tersebut dapat menginduksi dipol molekul nonpolar. Dipol terinduksi molekul nonpolar yang dihasilkan akan berikatan dengan ion.

Gaya Ion-dipol

Interaksi ion – dipol merupakan interaksi (berikatan) / tarik menarik antara ion dengan molekul polar (dipol). Interaksi ini termasuk jenis interaksi yang relatif cukup kuat.

Contoh :         H+ + H2O → H3O+

                      Ag+ + NH3 → Ag(NH3)+

Sebagai contoh, NaCl (senyawa ion) dapat larut dalam air (pelarut polar) dan AgBr (senyawa ion) dapat larut dalam NH3 (pelarut polar).

2.            Interaksi dipol – dipol

Interaksi dipol – dipol merupakan interaksi antara sesama molekul polar (dipol). Interaksi ini terjadi antara ekor dan kepala dimana jika berlawanan kutub maka akan tarik-menarik dan sebaliknya.

Tanda “+” menunjukkan dipol positif, tanda “-” menunjukkan dipol negatif

Molekul seperti HCl memiliki dipol permanen karena klor lebih elektronegatif dibandingkan hidrogen. Kondisi permanen ini, pada saat pembentukan dipol akan menyebabkan molekul saling tarik menarik satu sama lain. Molekul yang memiliki dipol permanen akan memiliki titik didih yang lebih tinggi dibandingkan dengan molekul yang hanya memiliki dipol yang berubah-ubah secara sementara.

Agak mengherankan dayatarik dipol-dipol agak sedikit dibandingkan dengan gaya dispersi, dan pengaruhnya hanya dapat dilihat jika kamu membandingkan dua atom dengan jumlah elektron yang sama dan ukuran yang sama pula. Sebagai contoh, titik didih etana, CH3CH3, dan fluorometana, CH3F.

Keduanya memiliki jumlah elektron yang identik, dan ukurannya hampir sama – seperti yang terlihat pada diagram. Hal ini berarti bahwa gaya dispersi kedua molekul adalah sama. Titik didih fluorometana yang lebih tinggi berdasarkan pada dipol permanen yang besar yang terjadi pada molekul karena elektronegatifitas fluor yang tinggi. Akan tetapi, walaupun memberikan polaritas permanen yang besar pada molekul, titik didih hanya meningkat kira-kira 10°.

Berikut ini contoh yang lain yang menunjukkan dominannya gaya dispersi. Triklorometan, CHCl3, merupakan molekul dengan gaya dispersi yang tinggi karena elektronegatifitas tiga klor. Hal itu menyebabkan dayatarik dipol-dipol lebih kuat antara satu molekul dengan tetangganya. Dilain pihak, tetraklorometan, CCl4, adalah non polar. Bagian luar molekul tidak seragam – in pada semua arah. CCl4 hanya bergantung pada gaya disperse.

3.            Interaksi ion – dipol terinduksi

Interaksi ion – dipol terinduksi merupakan interaksi antara aksi ion dengan dipol terinduksi. Dipol terinduksi merupakan molekul netral yang menjadi dipol akibat induksi partikel bermuatan yang berada didekatnya. Partikel penginduksi tersebut dapat berupa ion atau dipol lain dimana kemampuan menginduksi ion lebih besar daripada kemampuan menginduksi dipol karena muatan ion yang juga jauh lebih besar. Interaksi ini relatif lemah karena kepolaran molekul terinduksi relatif kecil daripada dipol permanen.

Contoh :   I + I2 → I3

4.            Interaksi dipol – dipol terinduksi

Suatu molekul polar yang berdekatan dengan molekul nonpolar, akan dapat menginduksi molekul nonpolar. Akibatnya. Molekul nonpolar memiliki dipol terinduksi. Dipol dari molekul polar akan saling tarik-menarik dengan dipol terinduksi dari molekul nonpolar. Contohnya terjadi pada interaksi antara HCl (molekul polar) dengan Cl2 (molekul nonpolar).

5.            Interaksi dipol terinduksi – dipol terinduksi

Mekamisme terjadinya interaksi dipol terinduksi – dipol terinduksi :

Pasangan elektron suatu molekul, baik yang bebas maupun yang terikat selalu bergerak mengelilingi inti elektron yang bergerak dapat mengimbas atau menginduksi sesaat pada tetangga sehingga molekul tetangga menjadi polar terinduksi sesaat molekul ini pula dapat menginduksi molekul tetangga lainnya sehingga terbentuk molekul-molekul dipol sesaat. Kemampuan menarik yang dimiliki suatu elektron disebut dengan gaya tarik-menarik. Adanya gaya tarik-menarik ini memungkinkan terjadinya suatu ikatan. Ikatan kimia terjadi karena adanya kecenderungan atom untuk memenuhi rumus duplet dan oktet dalam konfigurasi elektronnya. Kecenderungan ini menyebabkan atom memiliki kemampuan yang berbeda dalam menarik elektron.

Terdapat 3 jenis gaya tarik menarik antar molekul, yaitu gaya London, gaya tarik dipol-dipol dan gaya yang ditimbulkan oleh ikatan hidrogen. Semuanya akan kita bahas satu persatu.


Elektron pada suatu atom mengalami pergerakan dalam orbital. Pergerakan atau perpindahan elektron pada suatu atom dapat mengakibatkan tidak meratanya kepadatan elektron pada atom, sehingga atom tersebut mempunyai satu sisi dipol dengan muatan lebih negatif dibandingkan sisi yang lain. Pergerakan ini menimbulkan dipol sesaat. Gambar 3. menggambarkan perbedaan sebaran elektron pada orbital normal dan orbital yang mengalami dipol sesaat. Adanya dipol sesaat menyebabkan molekul yang bersifat non-polar menjadi bersifat agak polar.


Gambar 3. (a) keadaan normal, sebaran muatan simetris, (b) terjadinya dipol sesaat.

Gaya London adalah gaya tarik lemah yang disebabkan oleh adanya dipol imbasan sesaat.



Dipol sesaat pada suatu atom dapat mengimbas atom yang berada di sekitarnya sehingga terjadilah dipol terimbas yang menyebabkan gaya tarik-menarik antara dipol sesaat dengan dipol terimbas. Gaya ini yang disebut sebagai Gaya London.


lantas bagaimana Gaya London mempengaruhi sifat fisis molekul ?



Pergerakan elektron yang mengakibatkan dipol sesaat dalam suatu molekul akan bertambah besar apabila molekul tersebut memiliki jumlah elektron yang semakin besar pula. Pergerakan elektron yang mengakibatkan dipol sesaat dalam suatu molekul disebut polarisabilitas. Jumlah elektron yang besar berkaitan dengan massa molekul relatif (Mr) molekul tersebut, sehingga semakin besar Mr suatu molekul, maka semakin besar polarisabilitasnya dan semakin besar pula Gaya Londonnya. Mudahnya suatu atom untuk membentuk dipol sesaat disebut polarisabilitas. Perhatikan contoh soal berikut untuk memahami kaitan jumlah elektron dengan Mr dan bentuk molekul.




Gaya London terjadi pada molekul non polar. Lantas bagaimana gaya tarik yang terjadi pada molekul polar? Molekul polar memiliki sebaran elektron yang tidak merata dikarenakan perbedaan keelektronegatifannya yang besar. Perbedaaan keelektronegatifan ini menyebabkan suatu atom terbagi menjadi dua muatan (dipol), satu ujung memiliki muatan positif dan lainnya bermuatan negatif. Terdapat kecenderungan bahwa ujung positif akan berdekatan dengan ujung negatif atom lain di dekatnya. Keadaan ini disebabkan adanya gaya tarik-menarik yang disebut dengan gaya tarik dipol-dipol. Perhatikan gaya tarik dipol-dipol pada molekul polar HCl berikut.

Gaya dipol-dipol pada molekul HCl
Gambar 6.Gaya dipol-dipol pada molekul HCl.

Gaya tarik ini menyebabkan molekul mempunyai titik didih dan titik leleh yang tinggi. Kekuatan gaya tarik dipol-dipol ini lebih kuat dibandingkan dengan Gaya London pada molekul non-polar. Tabel 1.memberikan perbedaan sifat fisis antara molekul polar dan non-polar.

Tabel 1. Perbedaan Sifat Fisis Molekul Polar dan Non-Polar



Kepolaran
Molekul
Mr
Titik leleh
Titik didih
non-polar
normal butana
58
-138,4
-0,5
polar
Aseton
58
-95,4
56,2
Sumber : Mulyono, 2006, hlm. 51 & 85



Gaya tarik-menarik antar molekul, yaitu Gaya London dan gaya tarik dipol-dipol bergabung untuk mengadakan ikatan antarmolekul. Gabungan kedua gaya ini disebut sebagai Gaya Van der Walls. Gabungan dua gaya tarik-menarik, yaitu Gaya London dan gaya tarik dipol-dipol disebut sebagai Gaya Van der Walls



3. Ikatan Hidrogen

Apabila kita perhatikan keelektronegatifan dari unsur H2O, HF, dan NH3, atom H mempunyai sifat sangat positif, sedangkan atom O, F, dan N mempunyai sifat sangat negatif. Perbedaan keelektronegatifan yang besar ini menyebabkan atom H terikat kuat pada atom O, F dan N. Ikatan ini yang disebut sebagai ikatan hidrogen. Perhatikan data Mr dan perbedaan keelektronegatifan dari beberapa molekul pada Tabel 2. di bawah ini.

Tabel 2. Mr dan Perbedaan Elektronegativitas Beberapa Molekul



Senyawa
Mr
Perbedaan
Keelektronegatifan
(eV)
HF
20
2,8
HCl
36,5
1,0
HBr
81
0,8
HI
128
0,5



Bandingkan elektronegativitas unsur-unsur dalam satu golongan, seperti yang tertulis pada Tabel 2. Tabel ini menunjukkan bahwa dalam satu golongan, yakni golongan VIIA, kemampuan menarik dari atom H lebih efektif pada unsur dengan Mr yang lebih kecil, karena perbedaan elektronegativitasnya yang tinggi. Padahal secara teoritis, semakin besar Mr semakin besar pula elektronegativitasnya. Mengapa bisa demikian? Kasus penyimpangan tersebut disebabkan oleh adanya ikatan hidrogen. Gaya yang dihasilkan oleh ikatan hidrogen lebih kuat dibandingkan Gaya Van der Walls. Pada unsur-unsur golongan VII dalam Tabel 2. terbentuk ikatan hidrogen yang kuat dan menyebabkan penyimpangan sifat fisis pada molekul sehingga molekul dengan ikatan hidrogen mempunyai titik didih yang relatif tinggi.

4. Pengaruh Gaya Antar Molekul terhadap Sifat Fisis Senyawa

Gaya tarik-menarik antara muatan positif dari dipol yang satu dengan muatan negatif dari dipol yang lain akan menentukan sifat fisis molekul, seperti titik didih dan titik beku. Gaya tarik-menarik juga menentukan bagaimana wujud suatu molekul, apakah berupa padatan, cair atau uap. Gaya tarik-menarik yang besar antaratom memungkinkan molekul pada suhu tertentu berbentuk padatan. Pada keadaan gas, molekul berdiri sendiri dan tidak ada gaya tarik-menarik antarmolekul. Pada keadaan cair, akan dibutuhkan lebih sedikit gaya tarik-menarik antarmolekul dibandingkan keadaan padatnya.

Perubahan bentuk molekul padatan menjadi cair memerlukan energi yang besar untuk mengimbangi gaya tarik-menarik tersebut. Energi ini ditunjukkan dengan titik cair (titik leleh) molekul. Begitu pula untuk menguapkan molekul yang berupa cairan, diperlukan energi yang ditunjukkan dengan titik didih. Maka, apabila gaya tarik antarmolekul besar, semakin besar pula titik didihnya. Titik beku menunjukkan besarnya energiyang dibutuhkan molekul untuk berikatan. Besarnya titik beku sebanding dengan gaya yang terjadi antar molekulnya. Perhatikan contoh soal berikut agar kalian lebih paham.

Sumber :